IPM, OKP Terbaik Nasional

10/26/2016 Add Comment

Pemberian penghargaan OKP Berprestasi 2015 kepada PW IPM se-Indonesia
Jakarta-Selama periode 2014-2016, Pimpinan Pusat IPM tiga kali mengikuti pemilihan OKP Berprestasi dari Kemenpora; Tahun 2015 IPM mendapat Peringkat I dalam ajang Penghargaan Pemuda Indonesia dengan program Sociopreneurship melalui metode seleksi - pemilihan menggunakan people voice dan Peringkat I dalam ajang Pemilihan OKP Berprestasi Piala Soegondo Djojopuspito dengan program Book On The Street.

Penghargaan Organisasi Kepemudaan (OKP) Berprestasi Nasional 2016 kembali diselenggarakan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga RI (Kemenpora RI). 10 OKP masuk dalam babak final penilaian Penghargaan OKP Terbaik Nasional, dengan IPM menjadi salah satu diantaranya. Pengumuman pemenang OKP Terbaik Nasional dilaksanakan pada Senin (25/10) di Gedung Kemenpora RI.

Tahun ini dengan segala perjuangan dan persiapan yang matang, PP IPM mengajukan program Indonesian Youthpreneur Movement (IYM) yang menjadi penyokong gerakan literasi, pendidikan, konservasi ekologi, kebencanaan dan dakwah, IYM sudah dilaksanakan lebih dari dua tahun oleh IPM. Tetapi juri menetapkan PP IPM sebagai juara ke 3 dalam pemilihan setelah melakukan seleksi administrasi, verifikasi faktual dan presentasi. Sedangkan pada posisi pertama ditetapkan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) dengan program Rumah Ramah Pelajar dan Perempuan dan Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) dengan program Rakernas dan Papua Mengajar pada posisi kedua.

Hasil penilaian diumumkan oleh dewan juri yang terdiri dari Maria Yohana Esti Wijayanti (Ketua, Komisi X DPR RI F-PDIP), Sanusi (Sekretaris, Kemenpora RI), Rachmat HS (Anggota, Ketua Pemuda Betawi), Yaqut Cholil Qoumas (Anggota, Ketua Umum GP Ansor), dan Indra Jaya Piliang (Anggota, Pengamat Politik - Partai Golkar). Pada hasil penilaian yang diumumkan, IPPNU meraih nilai 285, PMKRI meraih nilai 280, dan IPM meraih nilai 277. Posisi Juara Harapan I dan II masing-masing diisi oleh Kopri PMII dengan nilai 270 dan CIMSA dengan nilai 266.

Usai pengumuman OKP Berprestasi Nasional, Ketua Umum PP IPM, M. Khoirul Huda menanggapi hasil penilaian. Huda menyampaikan, "Tidak seperti dua penghargaan sebelumnya, untuk tahun 2016 kami tidak mengetahui kriteria apa saja yang menjadi standar penilaian dan berapa skor untuk masing-masing kriteria penilaian, karena memang tidak diumumkan secara rinci dan transparan kepada peserta penghargaan. Cenderung kontradiktif dengan tahun lalu yang sangat terbuka." 

Huda menambahkan, "Pendaftaran kali ini yang sejatinya ditutup tanggal 15, diperpanjang hingga tanggal 20 dengan alasan pendaftar yang membludak. Belakangan alasan tersebut kontradiktif dengan pernyataan juri saat pembukaan yang menyatakan jumlah pendaftar sedikit. Selain itu juga ada OKP yang ketuanya melampaui usia 30 tahun (tidak sesuai dengan syarat usia OKP) tetapi tetap masuk 10 besar. Kami sangat kagum dengan presentasinya KOPRI PMII dan CIMSA yang sangat apik menyajikan data program yang sudah mereka laksanakan. Tentunya, selamat kepada para pemenang dan terimakasih kepada segenap pihak dalam penghargaan ini."

Berikut bahan presentasi PP IPM dalam Penghargaan OKP Berprestasi Nasional 2016;
Bagaimanapun, IPM dengan gerakan yang menyentuh basis masa se-Indonesia dan didukung dengan kondisi administrasi yang mumpuni telah menyajikan semua data dengan valid dan akuntabel. Terimakasih kepada kader IPM dan alumni yang memberi dukungan tiada henti. Ayo terus belajar, beramal, dan berkarya. Jayalah IPM! (nab)

Sumber : www.ipm.or.id



Jadilah Muslim Kesatria Jangan Pecundang

Jadilah Muslim Kesatria Jangan Pecundang

10/25/2016 Add Comment
 



Secara umum tentunya sebagai seorang manusia lebih suka menyalahkan orang lain, ketimbang memeriksa diri kita sendiri. Ya, percaya atau tidak. Lihat misalnya di jalanan kita, tempat orang-orang berlalu-lintas dari satu tempat ke tempat yang lain. Masyarakat kita ini, yaitu masyarakat Indonesia, sangat unik sekali suasana jalanannya. Banyak orang yang terlihat buru-buru dalam berkendara. Banyak yang suka menyerobot, dan jarang yang mau mengalah. Masing-masing merasa paling berhak dengan jalannya. Dan konon katanya, perilaku masyarakat itu terlihat dari perilakunya di jalanannya.

Dan percaya atau tidak, ketika membaca paragraf sebelum inipun banyak diantara kita yang membayangkan bahwa kesalahan itu memang ada, pada orang lain. Jarang diantara kita yang merasa bersalah, atau bahkan malu dengan perilakunya sendiri.

Jalanan kita adalah tempat yang menyeramkan, karena perilaku-perilaku ini. Para pengendara motor merasa tidak nyaman karena keberadaan mobil, bus atau becak sekalipun, karena terganggu lajunya tersebab mereka itu, katanya. Pengendara mobil pun demikian, sering merasa was-was dengan motor, sepeda dan lainnya karena seringkali memotong lajunya. Dan lain sebagainya. Mungkin perlu juga kita sebutkan banyak terjadi kecekalaan lalu lintas yang menyebabkan saling bertengkar (bukannya saling menolong), karena masing-masing merasa benar sendiri. Masing-masing merasa kesalahan bukan pada dirinya.

Mari kita perhatikan mengenai persoalan ini : menyalahkan orang lain. Perilaku ini perlu kita ubah. Karena ia tidak menyelesaikan persoalan. Mungkin bisa jadi perasaan kita merasa lebih longgar karena persoalan telah dilimpahkan kepada orang lain. Tetapi bukankah, persoalan itu sebenarnya belum selesai?

Menyalahkan, membuat kita enggan meminta maaf, meskipun sebenarnya kitalah yang bersalah. Menyalahkan, membuat kita sulit mencapai perbaikan dan kemajuan, karena persoalan tidak terselesaikan. Dan orang tidak benar-benar memperhatikan cara penyelesaian masalah itu. Namun hanya ingin “cuci tangan” dari kesalahan.

Kita bisa menjumpai fenomena pendidikan pada anak dengan pelajaran “menyalahkan”. Yaitu misalnya sang bunda berkata kepada putranya ketika ia jatuh dan menangis karena tersandung batu : “Aduh nak, tenang ya nak, tidak usah menangis. Ini batunya yang nakal bunda pukul. Nih.. nih…”. Padahal apa salah batu? Anak diajarkan untuk menyalahkan orang lain. Maka tidak perlu heran sang anak akan belajar hal yang sama. Ketika nilainya buruk dia akan mengatakan “Bapak/Ibu guru ngajarnya tidak enak Bunda.” atau kalimat semisalnya.

Dalam kehidupan Ayah Bunda pun demikian, jika mental menyalahkan sudah menjadi kebiasaan, maka sering terjadi Ayah menyalahkan Bunda ketika rumah berantakan, sementara itu Ayah merasa dirinya sudah bekerja keras mencari nafkah. Padahal bisa jadi karena Ayah yang kurang membantu. Bukankah Rasulullah mencontohkan untuk membantu urusan rumah tangga, misalnya.

Dalam Al-Qur’an kita pun menjumpai peristiwa saling menyalahkan :

وَإِذْ يَتَحَاجُّونَ فِي النَّارِ فَيَقُولُ الضُّعَفَاءُ لِلَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا إِنَّا كُنَّا لَكُمْ تَبَعًا فَهَلْ أَنْتُمْ مُغْنُونَ عَنَّا نَصِيبًا مِنَ النَّارِ

“Dan (ingatlah), ketika mereka berbantah-bantah dalam neraka, maka orang-orang yang lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri: “Sesungguhnya kami adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu menghindarkan dari kami sebahagian azab api neraka?” (QS 40:47)

قَالَ الَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا إِنَّا كُلٌّ فِيهَا إِنَّ الَّهَ قَدْ حَكَمَ بَيْنَ الْعِبَادِ

“Orang-orang yang menyombongkan diri menjawab: “Sesungguhnya kita semua sama-sama dalam neraka karena sesungguhnya Allah telah menetapkan keputusan antara hamba-hamba- (Nya)”. (QS 40:48 )

Penghuni neraka saling berbantah-bantahan. Orang-orang yang dulu sekedar menjadi pengikut menyalahkan orang-orang yang dulu mengajaknya melakukan pembangkangan. Dan tentu saja orang yang mengajak itu tidak mau disalahkan. Dan keduanya adalah sama.

Bagaimana dengan kita? Jangan-jangan sama saja antara kita dan orang yang kita salahkan. Atau bisa jadi malah sebenarnya kita yang salah, namun menyerahkan kepada orang lain. Dan kemungkinan ketiga, jika ternyata kita tidak salah dan orang lain yang salah, lalu kita menyalahkan orang itu, selesaikah permasalahan?
Dalam jejak kisah para sahabat kita menjumpai teladan yang indah. Sebagaimana dikisahkan [1] Salman Al-Farisi mengajukan diri menjadi jaminan bagi seorang pemuda yang menjadi pelaku pembunuhan terhadap ayah dari dua kakak beradik. Si pemuda itu karena kemarahan sesaat membunuh ayah dari kedua kakak beradik disebabkan karena sang ayah membunuh kuda tunggangan pemuda itu, karena kuda itu memakan tanaman dikebun ayah dan keluarga kakak beradik itu. Maka kedua kakak beradik itu meminta kepada ‘Amirul Mu’minin Umar ibn Khaththab untuk menjatuhkan hukuman qishosh. Nyawa dibayar dengan nyawa.
Namun karena si pemuda ingin menyelesaikan urusan amanah dikampungnya, maka si pemuda meminta tenggat waktu 3 hari. Akan tetapi tidak ada penjamin waktu itu. Si pemuda tidak memiliki kenalan seorang pun untuk menjamin dirinya, untuk menggantikan dirinya, jikalau dia tidak datang pada hari ketiga. Dan hampir saja Salman Al-Farisi benar-benar menjadi tebusan, untuk menggantikan si pemuda itu.

Salman Al-Farisi kala itu ditanya oleh Umar ibn Khaththab, mengapa ia mau menjamin si pemuda itu. Salman pun mengatakan : “Sungguh jangan sampai orang-orang berbicara, bahwa tidak ada lagi orang yang mau saling membagi beban dengan saudaranya. Atau jangan sampai ada yang merasa, tidak ada lagi rasa saling percaya di antara orang-orang Muslim.”

Dan akhirnya kedua kakak beradik itu pun memutuskan untuk memamaafkannya. Saat ditanya kenapa keduanya memaafkan pemuda itu, kakak beradik itu berkata : “Agar jangan sampai ada yang mengatakan, bahwa dikalangan kaum Muslimin tidak ada lagi kemaafan, pengampunan, iba hati dan kasih sayang.”
Teladan berharga ini perlu kita contoh. Salman Al-Farisi bersedia untuk “pasang badan”, dengan keteguhannya. Hingga akhirnya kisah ini berakhir sangat indah.

Jikalau banyak orang yang lebih memilih untuk membantu orang lain, ketimbang menyalahkan dan melepaskan diri dari kesalahan, tentu hal ini lebih baik. Persoalan-persoalan akan terselesaikan. Izzah kaum muslimin pun akan naik, dan orang-orang akan memandang mulianya akhlak perilaku muslimin.
Akan tetapi, kita ini lebih suka menyalahkan orang lain, dan lebih suka berlepas diri dari masalah dan tidak ingin membantu orang lain.


Artikel : http://belajarislam.com



Adab Murid Terhadap Guru

Adab Murid Terhadap Guru

10/25/2016 Add Comment
 

Oleh: Kazuhana El Ratna Mida (Ratna Hana Matsura)

Sekarang ini, moral para murid sedikit banyak telah mengalami kemerosotan. Para murid cenderung melupakan sopan satun teradap guru yang pada dasarnya orang tua yang harus dihormati. Boleh jika menganggap guru sebagai teman, namun sopan santun juga harus tetap dijaga.
Apakah sopan jika seorang murid berbicara keras kepada gurunya, menyela pembicaraan guru dan lain sebagainya. Sungguh hal itu sangat tidak beradab.

Ada baiknya murid diberi pelajaran adab terhadap guru. Agar moral yang sekarang ini telah terkikis bisa diperbaiki. Beberapa kitab yang bisa dijadikan acuan untuk mengetahui adab murid terhadap guru adalah kitab Ta’lim Muta’alim karya Sheikh Az-Zarnuji.
 
Dalam kitab beliau  Ta’lim Muta’alim diterangkan adab murid terhadap guru adalah :
a. Seorang murid tidak berjalan di depan gurunya
b. Tidak duduk di tempat gurunya
c. Tidak memulai bicara padanya kecuali dengan izin guru
d. Tidak berbicara di hadapan guru
e. Tidak bertanya sesuatu bila guru sedang capek atau bosan
f. Harus menjaga waktu, jangan mengetuk pintunya, tapi menunggu sampai guru keluar
g. Seorang murid harus kerelaan hati guru, harus menjauhi hal-hal yang menyebabkan guru marah, mematuhi perintahnya asal tidak bertentanangan dengan agama
h. Termasuk menghormati guru adalah juga dengan menghormati putra-putra guru, dan sanak kerabat guru
i. Jangan menyakiti hati seorang guru karena ilmu yang dipelajarinya akan tidak berkah

Menurut Syeikh Ahmad Nawawi, adab murid terhadap guru antara lain :
a. Murid harus taat kepada guru terhadap apa yang diperintahkan didalam perkara yang halal.
b. Murid harus menghormati guru
c. Mengucapkan salam ketika bertemu dengan guru, karena perilaku itu bisa membuat guru senang
d. Ketika murid bertemu guru di tepi jalan, hendaklah murid menghormati guru dengan berdiri dan berhenti
e. Murid hendaknya menyiapkan tempat duduk guru sebelum guru datang
f. Ketika duduk di hadapan guru harus sopan seperti ketika sedang sholat yaitu dengan menundukkan kepala
g. Murid harus memperhatikan penjelasan guru
h. Murid jangan bertanya ketika guru sedang lelah
i. Ketika duduk dalam suatu majelis pelajaran, murid hendaklah tidak menolah-noleh ke belakang
j. Murid jangan bertanya kepada guru tentang ilmu yang bukan di bidangnya atau bukan ahlinya
k. Murid harus memperhatikan penjelasan guru dan mencatatnya untuk mengikat ilmu agar tidak mudah hilang
l. Murid harus berprasangka baik terhadap guru
Semua ini penting diketahui murid, karena jika seorang murid menghormati guru, maka ilmu yang diperoleh bisa manfaat.

Seorang penyair berkata: “Sesungguhnya guru dan dokter keduanya tidak akan menasihati kecuali bila dimuliakan. Maka rasakan penyakitmu jika tidak menuruti dokter, dan terimalah kebodohanmu bila kamu membangkang pada guru.”

Jadi sangat jelas bahwa menghormati guru itu harus ditanamkan sejak dini kepada murid, agar murid mengetahui adab terhadap guru, sehingga dalam menuntut ilmu para murid diberi kemudahan untuk memahami berbagai macam ilmu pengetahuan yang ada.
Srobyong, 7 Februari 2015

Sumber:
[1] Adab Murid Terhadap GuruSyeikh Az-Zarnuji, Ta’lim Muta’alim, terj. Abdul Kadir Aljufri, (Surabaya :Mutiara Ilmu, 2009).
[2] Syeikh Ahmad Nawawi, Jawahirul Adab, terj. Mas’ud Ibnu ‘Abdi Ar-Rahman, (Semarang : Toha Putra1970).

Untuk Para Muslimah, Tak Cukup Hanya Berjilbab!

Untuk Para Muslimah, Tak Cukup Hanya Berjilbab!

10/25/2016 Add Comment
 

Jilbab di masa kini menjadi perbincangan di berbagai media, forum diskusi maupun lingkup masyarakat. Pernahkah terbesit oleh para muslimah, bahwa dirinya akan mendapatkan serangan-serangan, gangguan-gangguan ataupun hinaan di sekitar lingkungan kita? Ataukah selama ini para muslimah merasakan situasi yang aman-aman saja.

Muslimah yang mengenakan jilbab syar’i bahkan bercadar sekalipun rentan menjadi target tindak kejahatan dari dalam jiwa maupun dari lingkungan sekitar. Meskipun dalam sebuah ayat telah dijelaskan mengenai perintah menggunakan jilbab.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Ahzab:59)

Maka seorang muslimah dituntut untuk membekali diri dengan kemampuan-kemampuan pengetahuan Islam maupun ilmu adab dalam berbusana syar’i untuk melawan segala ancaman bahaya yang akan menimpanya. Karena bagaimanapun juga wanita –khususnya muslimah- lebih mudah untuk dijadikan sasaran oleh penentang Islam.

Bekal yang harus dikantongi seorang muslimah tidak cukup dengan melawan tindak kriminalitas yang mendunia, namun bekal yang sangat penting adalah aqidah yang lurus dan kuat untuk membentengi diri dari segala rayuan manis, propaganda, emansipasi wanita dan keadilan gender yang dikemas dan disajikan dengan label-label islami nan canggih –globalisasi dan modernisasi- yang telah memperdaya sebagian kaum muslimah.

Tahapan mereka dalam menyusun strategi untuk melemahkan semangat berjilbab syar’i sangat jelas, antara lain:
  1. Mereka menyandingkan gaya hidup materialis barat kepada para muslimah, mengenakan jilbab yang seharusnya menutup aurat mereka namun sebaliknya mengumbar aurat yang seharusnya ditutupi, termasuk fenomena jilbab gaul.
  2. Memberikan iming-iming kebebasan dari tekanan-tekenan dan ketatnya aturan Islam, para wanita berjilbab mengira bahwasanya telah mengenakan jilbab-jilbab gaul sudah membentengi dirinya dari lingkungan yang tidak baik.
  3. Menanamkan keraguan atas nilai-nilai Islam sembari menanamkan ideologi materealisme, hedonisme, sekulerisme dan westernisasi sehingga sangat mudah para muslimah dijauhkan dari Islam.
Glastoff, seorang ekstrimis Inggris berkata, “Timur tidak akan pernah mempunyai peradaban yang rusak (tidak bermoral), kecuali wanita-wanitanya melepas jilbab; Al-Quran yang merupakan pedoman hidup juga dijauhkan; minuman keras; narkotika dan perbuata-perbuatan maksiat serta kemungkaran-kemungkaran yang jelas, sehingga lenyaplah nilai Islam yang ada diri mereka”.

Di sinilah arti penting bekal muslimah, bekal aqidah yang harus digenggam erat dalam hati setiap muslimah di mana pun dan kapan pun untuk membentengi diri dari hal-hal yang merugikan bagi dirinya dan agamanya. Meskipun banyak orang-orang di sekeliling menghina, apa gunanya muslimah berjilbab tapi berakhlaq kurang tepat? Katakanlah, bahwa berjilbab dengan akhlaq itu berbeda, berjilbab itu perintah wajib dari Allah bagi wanita yang telah baligh entah berakhlaq baik ataupun buruk. Namun akhlaq adalah sikap dan sifat masing-masing individu. Jadi kalau ada wanita berjilbab yang berakhlaq buruk bukan jilbab yang disalahkan namun akhlaq wanita yang mesti diluruskan. Karena wanita yang berjilbab belum tentu berakhlaq mulia sebaliknya wanita yang berakhlaq mulia pasti berjilbab.

Bukankah wanita itu itu tiang negara; apabila wanitanya telah rusak, maka rusak pula negara tersebut, kerusakan itu dimulai dari kerusakan pribadi pemudi, kemudian keluarga hingga akhirnya menjalar pada kerusakan masyarakat dan Negara. Urutan kerusakan terseut telah dipikirkan matang-matang oleh musuh-musuh Islam. Meskipun wanita itu lemah namun wanita tak lemah dengan bekal yang ia bawa.
Berbekallah! Hingga penentang Islam tak mampu menyesatkanmu, dan berbekallah! Hingga propaganda-propaganda miring itu tak menemukan tempat di penglihatanmu.

Wallahu a’lam.[]  Artikel :http://bersamadakwah.net

Stop Pacaran !!! ssstt.....Ternyata Allah “membocorkan” Rahasia Tentang Jodohmu Dalam Al-quran…

Stop Pacaran !!! ssstt.....Ternyata Allah “membocorkan” Rahasia Tentang Jodohmu Dalam Al-quran…

10/12/2016 Add Comment

IPM Karanganyar – Sssstt... kita jangan pacaran dulu ya...Ternyata Allah membocorkan Rahasia Tentang Jodoh kita Dalam Al-Qur’an Sobt.

Jika suatu ketika seseorang atau mungkin kamu ditanya tentang jodohmu maka akan muncul beragam jawaban. Jika belum punya tambatan hati sama sekali biasanya jawabannya ingin jodoh yang serba sempurna contoh : maunya jodoh yang shaleh, tampan, mapan, hafalan Al-quran sekian juz, ibadah hariannya bagus, dari keturunan yang baik-baik yang pada intinya ketika masih kosong hati dan pikiran dari keterikatan hati dengan seseorang pada umumnya akan membuat pilihan target jodoh impian yang serba sempurna.

Tapi jika sudah punya tambatan hati atau mungkin pacar, maka jawabannya beda lagi. Jika ditanya tentang jodohnya  jawaban akan mengarah pada ciri-ciri pasangannya (pacarnya). Tak peduli lagi tentang kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh “pacarnya” yang jelas maunya sama si dia.

Jawabannya akan berbeda lagi jika kita tanyakan kepada orang yang pernah gagal dalam pacaran, gagal menuju pernikahan mungkin pacarnya menikah duluan dengan orang lain atau putus. Biasanya kalau yang ini jawabannya agak rada pesimis, “semua laki-laki itu sama saja”, “saya tidak percaya lagi dengan laki-laki”, “saya sakit hati dengan laki-laki”, “untuk saat ini tidak mikirin jodoh dulu”, “Trauma nanti takut gagal lagi”.

Tapi jika usia sudah mulai lanjut, teman-teman sudah punya momongan, keluarga dan saudara sudah mulai bertanya “kapan menikah”, maka jawabannya tentang jodoh menjadi lebih simple. “Yang penting islam, shaleh, taat dan mampu membiayai keluarga”.

Ya, kurang lebih begitulah jawaban umum jika ditanya tentang jodoh ke beberapa orang, masing-masing orang tentu punya persepsi dan defenisi sendiri tentang jodohnya. Ada yang optimis dengan jodohnya, ada yang subjektiv dalam memberikan penilaian , ada yang pesimis dan ada juga yang sangat sederhana dan simple. Semua tentu bergantung pada pengalaman masa lalu, kondisi saat ini dan tentang bagaimana pengetahuannya terhadap jodoh.

Banyak orang yang galau tentang jodohnya, tak sedikit yang khawatir salah pilih atau malah tidak ada yang memilih sehingga memilih jalan maksiat pacaran sebagai ikhtiar untuk mendapatkan jodohnya. Yang pacaranpun jangankan mendapat solusi yang ada malah menambah masalah sehingga memandang pesimis perkara perjodohan. Di lain pihak ada juga yang semakin hari semakin gelisah karena Allah belum pertemukan ia dengan jodohnya sementara usia makin hari makin bertambah.

Kenapa banyak yang gelisah dan galau ketika berbicara jodoh ?, karena kebanyakan diantara kita memaksakan definisi dan persepsi pribadi kita tentang jodoh, mengikuti “ego” yang bahkan sudah bercampur dengan nafsu syahwat dalam menentukan jodoh kita. Jodoh memang misteri, tidak ada yang tau tentang siapa jodoh kita, namun kabar baiknya Allah sudah kasih sedikit bocoran tentang jodoh kita yang mana jika hal ini kita jadikan sebagai acuan tentu akan menjadi solusi utama kegalauan dan kegelisahan kita.

Allah membocorkan Rahasia tentang jodoh didalam surat An-nur Ayat 26 :

“ Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang .baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik. (Qs. An Nur:26)

Di ayat diatas Allah jelaskan laki-laki yang baik hanya untuk wanita yang baik begitu juga sebaliknya. Disini kita mendapatkan sebuah “clue”  kalau jodoh itu adalah cerminan diri kita, ia sebagaimana diri kita. Jika kita shaleh, taat, suka membaca Al-quran, baik akhlak dan prilakunya In syaa Allah, Allah akan pertemukan juga dengan orang yang seperti itu.
Setelah mengetahui ini, tentu kita sama-sama memahami, meyakini dan tentu juga mengamalkannya. Diharapkan setelah mengetahui hal ini bisa mengubah persepsi kita dalam memahami jodoh, yang padamulanya mungkin fokus“pada siapa” jodohnya menjadi fokus “bagaimana pribadi saya” agar mendapatkan jodoh sesuai impian dan harapan saya.

Itulah bocoran Allah terhadapa jodoh kita. Mari sobat tinggalkanlah olehmu pacaran dan buang-buang waktu dikala muda. Tetaplah terus berkarya, Muda Mendunia.!
Sungguh Jihad Dijalan Allah lebih Aku cintai daripada menakhlukan hati seorang wanita, yang ternyata itu hanya menuruti nafsu pribadi kita.
Teruslah berkarya dan temukan Dia yang kamu cinta diantara Senandung Do’aMu ketika kamu Bersujud KepadaNya.


( Satrio W  ) Referensi : www.elmina-id.com
Dengarkanlah Nasehat....Sebentar Saja. #Nasehat Emas Imam Asy-Syafi’i

Dengarkanlah Nasehat....Sebentar Saja. #Nasehat Emas Imam Asy-Syafi’i

10/12/2016 Add Comment


Beliau rahimahullah berkata dalam kitab Diwan Al-Imam Asy-Syafi’i,
Aku melihat pemilik ilmu hidupnya mulia walau ia dilahirkan dari orangtua terhina.
Ia terus menerus menerus terangkat hingga pada derajat tinggi dan mulia.
Umat manusia mengikutinya dalam setiap keadaan laksana pengembala kambing ke sana sini diikuti hewan piaraan.
Jikalau tanpa ilmu umat manusia tidak akan merasa bahagia dan tidak mengenal halal dan haram.
Diantara keutamaan ilmu kepada penuntutnya adalah semua umat manusia dijadikan sebagai pelayannya.
Wajib menjaga ilmu laksana orang menjaga harga diri dan kehormatannya.
Siapa yang mengemban ilmu kemudian ia titipkan kepada orang yang bukan ahlinya karena kebodohannya maka ia akan mendzoliminya.
Wahai saudaraku, ilmu tidak akan diraih kecuali dengan enam syarat dan akan aku ceritakan perinciannya dibawah ini:
Cerdik, perhatian tinggi, sungguh-sungguh, bekal, dengan bimbingan guru dan panjangnya masa.
Setiap ilmu selain Al-Qur’an melalaikan diri kecuali ilmu hadits dan fikih dalam beragama.
Ilmu adalah yang berdasarkan riwayat dan sanad maka selain itu hanya was-was setan.
Bersabarlah terhadap kerasnya sikap seorang guru.
Sesungguhnya gagalnya mempelajari ilmu karena memusuhinya.
Barangsiapa belum merasakan pahitnya belajar walau sebentar,
Ia akan merasakan hinanya kebodohan sepanjang hidupnya.
Dan barangsiapa ketinggalan belajar di masa mudanya,
Maka bertakbirlah untuknya empat kali karena kematiannya.
Demi Allah hakekat seorang pemuda adalah dengan ilmu dan takwa.
Bila keduanya tidak ada maka tidak ada anggapan baginya.
Ilmu adalah tanaman kebanggaan maka hendaklah Anda bangga dengannya. Dan berhati-hatilah bila kebanggaan itu terlewatkan darimu.
Ketahuilah ilmu tidak akan didapat oleh orang yang pikirannya tercurah pada makanan dan pakaian.
Pengagum ilmu akan selalu berusaha baik dalam keadaan telanjang dan berpakaian.
Jadikanlah bagi dirimu bagian yang cukup dan tinggalkan nikmatnya tidur
Mungkin suatu hari kamu hadir di suatu majelis menjadi tokoh besar di tempat majelsi itu.

***
Disadur dari kitab Kaifa Turabbi Waladan Shalihan (Terj. Begini Seharusnya Mendidik Anak), Al-Maghrbi bin As-Said Al-Maghribi, Darul Haq.

( Satrio W ) Referensi Pustaka : www.muslimah.orid



Apa yang tidak pernah, bukan berarti

Apa yang tidak pernah, bukan berarti

10/09/2016 Add Comment

Apa yang tidak pernah tersampaikan oleh kata-kata
Bukan berarti dia tidak pernah tersampaikan
Apa yang tidak pernah dituliskan oleh huruf-huruf
Bukan berarti dia tidak pernah dituliskan

Apa yang tidak pernah dikirimkan lewat pak pos, mamang kurir,atau sekadar angin, perantara bulan purnama, bintang-gemintang
Maka bukan berarti dia tidak pernah dikirimkan
Apa yang tidak pernah dihamparkan di atas rumput menghijau,di atas halaman sekolah, atau sekadar di langit-langit kamar
Maka bukan berarti dia tidak pernah terhamparkan.

Wahai, boleh jadi sungguh hal itu telah disampaikan, oleh kerling mata
Boleh jadi sungguh sudah dituliskan, lewat gesture wajah
Mungkin saja sudah dikirimkan, melalui simbol-simbol laksana simbol asap suku pedalaman
Dan bahkan telah dihamparkan melalui semuanya, segalanya

Tidakkah kau mengerti?
Sungguh, apa yang tidak pernah dibisikkan oleh mulut kita
Bukan berarti dia tidak pernah dipanjatkan
Dipanjatkan lewat doa-doa, lewat diam, lewat keheningan hati yang terhormat.
Maka menjalin tinggi ke atas sana
Menunggu jawaban yang pasti dan melegakan hati.
Tidak akan merugi bagi yang paham.

( Tere Liye )

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *